Berapa banyak buku yang telah kita baca?
Sedari kecil saya sudah hobi membaca buku. Buku menjadi teman bagi saya saat berada di rumah sendirian. Membaca buku bagi sebagian orang merupakan saat-saat terindah, seperti yang dikatakan James Shirley, “Tidak kukenal saat-saat terindah dalam hidupku, melebihi saat-saat yang aku habiskan bersama buku-bukuku.”
Kalimat Shirley itu menjadi indikasi bahwa membaca itu menyenangkan. Membaca merupakan momen terindah. Bahkan Ibnu Taimiyah bersikeras untuk membaca ditengah menahan penderitaan akibat sakit. Dikisahkan, “Aku ditima sakit. Lalu dokter berkata kepadaku, “Banyak membaca dan bicara tentang ilmu akan menambah parah sakit Anda.” Maka aku berkata kepadanya, “Aku tidak bisa bersabar untuk itu. Dan akan buktikan sesuai dengan ilmu Anda. Bukankah jiwa itu jika merasa tenang, senang dan bahagia punya kekuatan untuk menolak rasa sakit?” Dokter itu berakata kepadaku, “Betul.” Aku katakana padanya, “Jiwaku akan gembira dengan ilmu dan aku merasa kuat dengan itu sehingga aku lebih tenang.”
Begitulah membaca merupakan sebuah aktivitas yang menjadi tanda paling nampak bagi cendekiawan dan intelektual. Sukarno saat meringkuk di sebuah sel sempit pun menghabiskan waktunya dengan membaca.
Membaca adalah makanan jiwa. Bila fisik butuh makanan bergizi, maka membaca juga merupakan gizi bagi jiwa dan pikiran. Banyak orang yang menjadi lebih bijak dan arif dengan membaca.
Aktivitas memnbaca jua yang kemudian diperintahkan Allah kepada Rasulullah SAW untuk pertama kali. “Iqra, Iqra, Iqra. Bacalah! Bacalah! Bacalah!”
Kembali pada pertanyaan awal saya diatas, berapa banyak buku yang sudah kita baca?
Di rumah kita ada berapa banyak buku yang telah menjadi koleksi? Terpajang rapi sebagai penanda bahwa penghuninya amat menghargai pengetahuan.
Setiap hari selalu ada buku-buku baru yang terbit. Setiap hari selalu bermunculan tulisan dan pengetahuan baru. Bahkan setelah kita tiada pun masih akan ada buku-buku lagi yang bermunculan.
Lantas, berapa banyak buku yang sudah kita baca?
Sebuah Jurnal 