*aku tengah menantimu, mengejang bunga randu alas
di pucuk kemarau yang mulai gundul itu
Aku kembali duduk dibawah pohon randu ini. Cuaca sedang panas membakar, tak ada petani yang terlihat di hamparan padi yang mulai menguning. Tapi panas tak terasa di sini, sayang. Dibawah pohon rindang randu ini. Kemarilah, ku tunggu kau disini. Menikmati semilir angin, segarnya udara dan kantuk yang tiba-tiba menggelayuti.
berapa juni saja menguncup dalam diriku dan kemudian layu
yang telah hati-hati kucatat, tapi diam-diam terlepas
Sekian waktu aku menunggu. Selalu, dalam tiap hari yang pelan-pelan ku lewati dengan kerinduan. Aku catat. Biar tak lupa. Nanti ku ceritakan padamu saat kita bertemu. Aku selalu mengenang matamu yang berbinar saat ku ceritakan soal sekuntum mawar yang mulai mekar. Katamu, kau selalu suka dengan bunga-bunga. Selalu berkata ingin membuat satu taman kecil di halaman rumah. Aku tersenyum.
awan-awan kecil melintas di atas jembatan itu, aku menantimu
musim telah mengembun di antara bulu-bulu mataku
Waktu seperti aliran air, ia hanya mengalir ke satu arah tak bisa kembali lagi. Berapa musim aku menantimu? Hingga bening-bening air selalu bermunculan di sudut mata.
kudengar berulang suara gelombang udara memecah
nafsu dan gairah telanjang di sini, bintang-bintang gelisah
Jangan patahkan harapanku. Manusia hidup dengan harapan. Kegelisahanku hati saat menantimu tak bisa ku bendung. Seperti arus samudera yang bergejolak keras, menerpa dinding hati yang semakin menipis.
telah rontok kemarau-kemarau yang tipis; ada yang mendadak sepi
ditengah riuh bunga randu alas dan kembang turi aku pun menanti
Langit telah berwarna jingga. Burung-burung telah terlihat terbang kembali ke sarang. Dan engkau belum datang. Apakah engkau tersesat? Aku kira kau tak akan lupa tempat ini. Bukankah randu alas ini adalah tempat yang selalu kita kunjungi.
barangkali semakin jarang awan-awan melintas di sana
dan tak ada, kau pun, yang merasa ditunggu begitu lama
*sajak Aku Tengah Menantimu dari Sapardi Djoko Damono.