Eh, Kepeleset

Menjelang debat pamungkas nanti malam, saya jadi teringat pertandingan Liverpool melawan Chelsea pada 13 April 2014. Pertandingan, yang mungkin, tidak akan bisa dilupakan oleh para penggemar di seluruh dunia. Menghantui mimpi-mimpi mereka di malam hari, sampai piala Liga Inggris mereka dapatkan. Yang entah kapan.

Pertandingan itu bersejarah karena Liverpool selangkah lagi menjadi juara, namun mesti melihat piala itu digenggam oleh Manchester City. Salah satu sebabnya adalah kekalahan melawan Chelsea pada waktu itu.

Sebenarnya Liverpool cukup bermain imbang, namun hasrat mereka atau lebih tepatnya kejumawaan mereka, membuat Liverpool ngotot ingin menang. Padahal Chelsea, yang di pimpin Mourinho, turun dengan bukan tim terkuatnya.

Chelsea hanya bermain bertahan, dan kita tidak heran dengannya. Tapi tidak hanya itu, Chelsea memulai pertandingan dengan “membuang-buang waktu.”

“Itu adalah rencananya, untuk membuang-buang waktu. Karena mereka (Liverpool) ingin pertandingannya berjalan dengan tempo tinggi, mau langsung mengambil bola, mau membombardir gawang, seperti yang mereka lakukan sepanjang musim dengan sangat suksesnya. Jadi instruksinya adalah untuk menunda waktu sebisa mungkin sampai wasit memeringatkanmu,” kata seorang pengamat.

Nah, bencana datang saat Kapten Liverpool, Steven Gerrad, TERPELESET. Ya, ia terpeleset saat menerima operan dari rekannya. Akibatnya Demba Ba mampu merebut bola dan berlari ke gawang tanpa terkejar, lalu menceploskan bola dengan mudah.

Gol!

Kaget. Terhenyak. Liverpool berusaha mengejar ketertinggalan. Mereka menyerang dengan membabi buta. Namun skor akhir malah berakhir 2-0 untuk kemenangan Chelsea.

Pertandingan berikutnya pun Liverpool masih berambisi untuk mengejar selisih gol dari Man. City. Mereka ingin membantai Palace, namun malah berakhir dengan skor 3-3. Dan di akhir musim, Man. City yang tenang dan penuh percaya diri tapi tidak jumawa, keluar sebagai juara.

Dari kejadian itu, kita bisa mengambil pelajaran agar tidak terlalu jemawa. Liverpool sebenarnya cukup bermain imbang, tapi mereka ingin menggasak Chelsea. Membuat mereka bermain tidak tenang.

Mereka tidak perlu membantai Palace dengan banyak gol, namun mereka berusaha keras melakukannya yang justru malah meninggalkan lubang di pertahanan.

Nah, saya kira dua paslon capres cawapres saat ini -minimal para pendukungnya- berada pada situasi seperti Liverpool.

Ada beberapa momen yang membuat kepercayaan diri kedua tim merasa di atas angin. 01 merasa di atas angin dengan hasil-hasil surveinya, dan 02 merasa di atas angin dengan euforia massa dan dukungan para ulama yang baru datang akhir-akhir ini.

01 sebenarnya tidak perlu bersaing secara bombastis dengan massa yang mengumpul di GBK, namun faktanya 01 ingin ikut-ikutan. 02 tak perlu risau dengan hasil-hasil survei, namun ternyata malah memblow up hasil survei-survei yang berbeda.

Saya hanya ingin mengatakan, bahwa jangan terlalu jemawa.

Pertarungan tidak hanya di masa kampanye ataupun di hari pencoblosan. Pemilu sebenarnya juga pertarungan di penghitungan suara. Momen pentingnya pemilu ada di momen penghitungan itu.

Pertarungan pilpres masih berlangsung. Peluit tanda berakhirnya pertandingan belum ditiup. Malam nanti akan ada momen penting; debat terakhir capres-cawapres.

Nah, di momen ini, kalau tidak hati-hati kedua paslon bisa saja terpeleset.

Saya sih, inginnya Liverpool juara pada musim ini. Alasannya bukan karena ada Mo. Salah, tapi karena ingin ganti saja. Masa yang juara Man. City mulu, hambok ganti ngapa?